Tradisi Punggahan Menyambut Bulan Ramadhan Di Kota Malang

Dalam menyambut bulan Ramadhan, selain mempersiapkan segala bentuk kebutuhan untuk keperluan puasa, ada juga tradisi yang dilakukan di beberapa daerah untuk menyambut datangnya bulan penuh berkah. Tak terkecuali Kota Malang, tempat aku lahir dan menetap ini.

Tradisi menyambut datangnya bulan Ramadhan ini biasanya dilakukan seminggu hingga H-1 puasa. Ada yang menyebutnya punggahan, ada pula yang menyebutnya megengan. Kalau di kampungku sendiri, kami menyebutnya dengan istilah punggahan puasa.

Mengenal Makna Punggahan

kue apem
Source : aisyahdian.com

Punggahan puasa ini berasal dari budaya jawa, di mana kata “punggahan” berasal dari kata “munggah” yang memiliki arti “naik”. Kata “naik” di sini dimaksudkan bahwa dalam menyambut datangnya bulan Ramadan kita dengan penuh kesadaran memiliki kewajiban untuk meningkatkan iman dan kebersihan hati.

Tradisi ini dikenalkan oleh Sunan Kalijaga ketika melakukan penyebaran agama Islam di wilayah Jawa. Sunan Kalijaga memperkenalkan tradisi ini melalui metode akulturasi budaya, sebagai upaya menyebarkan agama Islam namun tetap mempertahankan dan menghormati tradisi local.

Tradisi punggahan ini menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran spiritua dan kebersaaan antar umat Muslim. Tak hanya itu, melalui tradisi ini diharapkan umat Muslim mampu belajar untuk membersihkan diri dari kesalahan, memaafkan sesama dan mempersiapkan diri dengan penuh kesadaran untuk menjalani bulan Ramadan dengan baik.

Kue Apem Dalam Tradisi Punggahan

kue apem
Source : fimela.com

Tradisi punggahan di kampungku, dilakukan dengan saling mengirimkan kue ke tetangga dan sanak saudara. Ada satu kue yang wajib ada dalam rangkaian tradisi punggahan menyambut bulan Ramadan, yaitu kue apem.

Kue apem merupakan kue tradisional Indonesia yang berbahan dasar tepung beras, kelapa, dan santan. Sensasi rasa manis akan terasa ketika kita memakannya. Dan tekstur kue ini juga lembut.

Ada yang menyebutkan bahwa kue apem ini berasal dari Mekah dan dibawa ke Indonesia oleh Ki Ageng Gribig. Ki Ageng Gribig ini merupakan seorang keturunan Prabu Brawijaya yang aktif menyebarkan agama Islam di Nusantara terutama di daerah Jawa.

Masyarakat meyakini bahwa kue ape mini dibawa oleh Ki Ageng Gribig dari Mekah setelah melakukan ibadah haji. Konon katannya, kue apem ini diawa oleh Ki Ageng Gribig Indonesia sebagai oleh-oleh sepulang dari ibadah haji.

Dan di akhir hayatnya Ki Ageng Gribig dimakamkan di Malang, tepatnya di wilayah Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang. Tiap menjelang bulan Ramadan masyarakat di sekitar pesarean Ki Ageng Gribig ini selalu menjalankan tradisi punggahan dengan membuat apem dan membagikannya ke peziarah dan masyarakan sekitar.

Kue apem ternyata juga memiliki makna tersendiri lho! Kata Apem berasal dari bahasa Arab “Afwan atau affuwun”, yang kemudian diserap ke dalam kosakata bahasa Jawa menjadi Apem. Pemberian apem ke orang lain memiliki makna sebagai perwujudan permintaan maaf sebelum datangnya bulan Ramadan. Sehingga bisa menjalankan puasa Ramadan dengan hati yang bersihh dan memperoleh pahala sebanyak-banyaknya.

Tradisi Punggahan di Kampungku

Tradisi punggahan ini biasa dilakkan H-7 hingga H-1 bulan Ramadan. Di kampungku antar tetangga biasanya saling mengirim kue. Kalau dulu bisanya di kirimkan dalam bentuk piringan dengan tatakan daun pisang atau kertas minyak. Nanti sang penerima tinggal mengganti kuenya ke dalam piring mereka sendiri. Namun sekarang sudah jarang sekali hantaran seperti itu, kini hataran dibungkus dalam kotak kue atau mika plastic.

Isi hantaran tak hanya kue apem saja namun ada beberapa kue pelengkap lainnya. Dan kue pelengkap ini terserah mau diisi apa. Kalau aku kemarin melakukan punggahan Ramadan di H-3 puasa. Dengan menghantarkan kotak-kotak kue ke tetangga dan saudara dekat rumah.

Nah itu tadi tradisi menyambut bulan Ramadan di kampungku. Kalau di kampung kalian bagaimana?


Tidak ada komentar

Posting Komentar